Ken Arok : Pendiri Kerajaan Singasari Yang Penuh Misteri

Ken Arok : Pendiri Kerajaan Singasari Yang Penuh Misteri - Ken Arok atau disebut Ken Angrok adalah seorang Raja dan pendiri kerajaan Singasari yang menjadi cikal bakal kerajaan Majapahit serta kerajaan lain di pulau Jawa. Namun siapa sebenarnya Ken Arok khususnya tentang asal usulnya masih misteri serta menjadi perdebatan dan sampai sekarang masih belum terungkap kebenarannya.

Ken Arok : Pendiri Kerajaan Singasari Yang Penuh Misteri

 Ada tiga pertanyaan menyangkut asal usulnya.
  1. Apakah Ken Arok berasal dari rakyat biasa atau kalangan sudra?
  2. Apakah benar Ken Arok adalah anak Dewa Brahma?
  3. Apakah mungkin Ken Arok adalah satria piningit yang dipersiapkan untuk menjadi raja tanah Jawa?

Jawaban dari pertanyaan tersebut diatas dapat anda temukan dalam cerita dibawah ini yang diambil berdasarkan Serat Pararaton sedangkan kebenarannya terserah kepada diri kita masing-masing.

Serat Pararaton, sebuah historiografi tradisi yang menjadi rujukan utama para sejarawan dalam mempelajari sejarah Singhasari dan Majapahit. Posisi serat ini pun mampu menandingi kitab Negarakertagama dan prasasti-prasasti yang ditinggalkan oleh peradaban Singhasari dan Majapahit.

Dalam kisah pembuka diceritakan bahwa Ken Angrok kecil yang rela menjadikan dirinya sebagai kurban persembahan kepada sebuah gapura besar sebagai pengganti seekor kambing berbulu merah yang tidak berhasil didapatkan oleh Empu Tapawengkeng. Tetapi ia meminta supaya kelak ia dapat pulang kembali kepada dewa Wisnu dan dapat ber-reinkarnasi kembali.

Kisah pun berganti dengan Dewa Brahma yang sedang berputar-putar mencari seorang wanita yang layak ditanami benih calon raja di bumi, dan sang dewa pun bertemu dengan seorang wanita yang baru saja menikah, Ken Endok. Sang Dewa lalu menggauli Ken Endok dan menyuruh kepada Ken Endok supaya tidak bercerita kepada siapapun perihal peristiwa ini dan melarang ia untuk bersenggama dengan suaminya.

Dewa Brahma pun mengancam Ken Endok apabila ia tidak mampu menjaga rahasia ini maka suaminya akan mati. Ken Endok pun menceritakan peristiwa itu dan menceraikan suaminya, dan tak lama kemudian suaminya itu meninggal dan lahirlah seorang Ken Angrok dari rahim Ken Endok. Lalu oleh Ken Endok bayi itu dibuang ke kuburan dan akhirnya ditemukan dan diasuh oleh seorang pencuri yang bernama Lembong.

Baca Juga :

Dalam kisah pendahuluan dari Serat Pararaton nuansa legitimasi akan Ken Angrok sudah sangat kental. Dia yang disebut sebagai anak dewa dan memiliki kekuatan gaib yang sangat kuat sudah dipaparkan dalam halaman-halaman awal Serat Pararaton.

Dalam mitos jawa, keturunan raja kelak pastilah juga menjadi raja. Dan Ken Angrok telah dilegitimasi sebagai keturunan Dewa Brahma, yang berarti juga Hymelegitimasi para keturunan-keturunan Ken Angrok di masa sesudahnya memiliki darah sang dewa. Sehingga bisa dipastikan yang menjadi asal-usul legitimasi dalam Serat Pararaton ini bukan garis keturunan Dewa Brahma, melainkan garis keturunan Ken Angrok.

Kisah Pararaton lalu berlanjut pada pertemuan Ken Angrok dengan Dang Hyang Lohgawe, seorang brahmana yang berasal dari Jambudwipa dan bertugas memastikan perintah Bhatara Wisnu dapat terlaksana. Dang Hyang Lohgawe mendapatkan tugas dari Bhatara Wisnu untuk membimbing Ken Angrok hingga menjadi raja di Jawadwipa kelak.

Dang Hyang Lohgawe dan Ken Angrok pun akhirnya bekerja pada akuwu Tumapel yang bernama Tunggul Ametung. Hingga akhirnya Ken Angrok bertemu dengan Ken Dedes, istri dari sang akuwu Tumapel dan melihat “barang rahasia” Ken Dedes yang menampakkan sinar.

Dari sepenggal kisah lanjutan dari Serat Pararaton ini dapat diketahui bahwa tujuan pengarang adalah untuk melegitimasi raja-raja Majapahit yang konon merupakan keturunan dari Ken Angrok dan Ken Dedes. Hal ini terbukti dari penjelasan “barang rahasia Ken Dedes yang bersinar” adalah pengakuan akan diri seorang ardhanareswari pada diri Ken Dedes.


Ardhanareswari adalah seorang wanita yang memiliki tuah akan menurunkan raja-raja dan membawa keberuntungan. Terbukti dari pasangan Tunggul Ametung dan Ken Dedes yang menurunkan Anusapati dan Ranggawuni. Begitu juga dengan keturunan Ken Arok dan Ken Dedes yang mampu menurunkan Kertanegara, Raden Wijaya, Jayanagara, Tribhuwana Wijayatunggadewi, Hayamwuruk, hingga Girindrawardhana sebagai raja terakhir Majapahit.

Apabila Raden Patah juga merupakan anak dari Brawijaya yang juga merupakan keturunan Raden Wijaya, maka dapat dipastikan seluruh raja Demak, Pajang, hingga Mataram merupakan keturunan dari anak Dewa Brahma dan sang ardhanareswari.

Kisah ini pun berlanjut pada obsesi Ken Angrok untuk memiliki Ken Dedes. Dan intrik tentang kekuasaan pun dimulai dari sini, ketika niatan Ken Angrok bukan hanya menjadi suami bagi Ken Dedes, melainkan juga menjadi raja di Jawadwipa. Dengan meminta bantuan Empu Gandring untuk membuatkan sebuah keris sakti, Ken Angrok pun menggunakan machiavelisme dalam memperoleh apa yang ia inginkan.

Karena tidak sabaran, maka sang pembuat keris pun ia bunuh karena tidak menyelesaikan keris dalam waktu yang ia inginkan. Kutukan pun terlontar dari mulut Empu Gandring yang menyatakan tujuh orang raja akan meninggal dengan keris yang sama.

Ken Angrok lalu meminjamkan keris itu kepada sahabatnya, Kebo Ijo. Sifat suka pamer Kebo Ijo ia manfaatkan dalam rencana kudeta politis nya terhadap Tunggul Ametung. Ketika Kebo Ijo sedang terlelap, ia pun mencurinya dan membunuh Tunggul Ametung malam itu juga. Dan tak lupa esok harinya ia memfitnah Kebo Ijo dan membunuhnya dengan keris itu pula.

Intrik politik yang tidak jelas siapa kawan dan siapa lawan ditunjukkan oleh Ken Angrok dalam Serat Pararaton. Begitu juga dengan kudeta politis yang berdarah pun ia perkenalkan kepada seluruh anak bangsa yang sedang belajar mengenai sejarah Singhasari.

Ken Angrok lalu diangkat sebagai akuwu Tumapel yang baru menggantikan Tunggul Ametung. Dengan begitu maka Ken Dedes ikut menjadi istrinya pula.

Situasi politis yang sedang tidak kondusif antara para brahmana dengan Prabu Dandanggendis (Raja Kertajaya) pun menjadi santapan empuk bagi Ken Angrok yang terobsesi menjadi penguasa Jawadwipa.

Ketika itu Prabu Dandanggendis menghendaki agar para brahmana menyembah dirinya, karena ia berpendapat bahwa tidak ada yang mampu menyamai kehebatannya kecuali sang Bhatara Guru (Bhatara Siwa).

Mendengar sesumbar sang prabu, Ken Angrok pun meminta restu kepada para brahmana untuk memakai nama Hyang Caturbuja alias Bhatara Guru untuk menyerang Daha. Pertempuran pun terjadi di sebelah utara Ganter dengan kemenangan di pihak Ken Angrok. Prabu Dandanggendis pun mengundurkan diri dari medan perang dan semua hal tentang Prabu Dandanggendis hilang ditelan bumi. Persitiwa itu diberi candrasengkala “warna-warna janma iku” atau 1144 çaka (1222 M) .

Keberhasilan Ken Angrok dalam memanfaatkan situasi politis di Daha membuatnya mampu memperbesar kekuasaanya dan memperluas pengaruhnya di Jawadwipa. Obsesinya untuk menjadi raja di Jawadwipa menjadi kenyataan.

Seusai peperangan di desa Ganter, Ken Angrok merubah status Tumapel yang semula merupakan negara bagian dari kerajaan Daha (Kadiri) menjadi negara merdeka dengan nama Singhasari. Ia pun mengangkat dirinya sebagai raja pertama Singhasari yang bergelar Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabumi.

Demikian uraian tentang Ken Arok pendiri kerajaan Singasari yang penuh misteri, tentang cerita kutukan keris Mpu Gandring akan saya jelaskan pada artikel selanjutnya.

Wasalam.

Tidak ada komentar