Penghuni Kamar Apartemen No 213


Penghuni Kamar Apartemen No 213 - Adalah kisah misteri yang saya alami sendiri saat tinggal di salah satu apartemen di kota Jakarta dan bertemu dengan penghuni kamar apartemen no. 213 yang ternyata adalah arwah penasaran dari seorang gadis yang mati bunuh diri.

Mari kita ikuti kisahnya.

Saat pulang kampung ke kota Malang, saya mendapatkan tawaran pekerjaan di Jakarta. Mendengar iming-iming gaji dan insentif  yang cukup besar, saya tertarik sehingga saya memutuskan untuk pindah dari kota Balikpapan ke Jakarta, kota metropolitan.
Penghuni Kamar Apartemen No 213

Kebetulan perusahaan baru menyediakan apartemen bagi karyawan yang berasal dari luar kota dan jaraknya tidak terlalu jauh dari kantor. Jam 7 Pagi saya sampai Jakarta dan langsung menuju apartemen, setelah menerima kunci kamar dari satpam yang menjaga lobby, saya bergegas menuju kamar di lantai II.  Kamarku nomer 212, yang mengingatkan pada kisah pendekar Wiro Sableng dalam novel silat karangan Bastian Tito.
Saat melewati lorong yang sepi menuju kamar, saya mendengar suara mesin ketik model lama. Suara itu semakin jelas terdengar saat saya berhenti di depan kamar, rupanya suara itu berasal dari kamar yang persis berada di depan kamar saya, nomer 213.

Hari gini masih pakai mesin ketik.” Batin saya. Tapi saya merasa heran, kamar itu gelap tapi mengapa orang yang sedang mengetik itu begitu lancar, apa memang sudah terbiasa.

Saat membuka pintu kamar tiba-tiba bulu roma saya meremang, tanpa sengaja saya menoleh ke kamar 213 dan buru-buru menundukkan kepala ketika terlihat tirai jendela terbuka. Meskipun keadaan kamar itu gelap gulita tapi saya merasakan jika sepasang mata dibalik jendela itu melihat dan mengawasi gerak-gerik saya.

Bergegas saya masuk ke dalam kamar sambil mengusap bulu kuduk yang masih berdiri. Setelah masuk kamar, baru saya merasa lega. Setelah menaruh barang bawaan lalu mandi saya bergegas menuju ke kantor untuk bertemu dengan bagian personalia, maklum karyawan baru.

Malam harinya, barulah saya menyadari kondisi kamar yang cukup lumayan, ada ac, tv dan kompor gas serta peralatan makan. Ada dua kamar, ruang tamu dan kamar mandi, semuanya tertata rapi dan bersih.

Setelah mandi saya melepaskan lelah, tiduran di sofa sambil menonton televisi. Belum begitu lama saya istirahat, tiba-tiba dari kamar depan terdengar suara tangisan seorang wanita. Suara tangisan itu begitu pilu dan menyayat hati. Saya bangun lalu mendekati pintu kamar untuk memastikan asal suara tangisan itu. Suara itu jelas berasal dari kamar 213.

Takut terjadi sesuatu yang menimpa tetangga baru, saya keluar lalu mengetuk pintu kamar 213.

“Mbak .. Mbak .. Ada apa?” teriak saya sambil terus mengetuk pintu.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan seorang wanita muda berdiri di hadapanku sambil menyeka air mata yang masih menetes.  Wanita cantik, umurnya kurang lebih 25 tahun namun wajahnya pucat pasi meskipun tidak mengurangi kecantikannya.

“Maafkan saya, jika suara tangisanku mengganggu istirahat anda.” Katanya.

Saya menggelengkan kepala sambil tersenyum lalu mengangsurkan tangan mengajak kenalan.

“Saya Bram, baru pindah dari kota Malang.”

Tangan saya diterima sambil berkata, “saya Rara, masih kuliah di Jakarta ini.”

Reflek saya memberikan sapu tangan yang ada di kantong celana, tanpa ragu, Rara menerimanya lalu mengusap air mata di pipinya. Rara lalu mengajak saya masuk ke kamarnya. Dalam keremangan cahaya, saya melihat sebuah mesin ketik kuno berada di atas meja beajarnya. Ketika Rara melihat saya sedang memperhatikan mesin ketiknya, ia lalu bercerita.

gambar mesin ketik
Rara sering menggunakan mesin ketik itu untuk menulis cerita lalu mengirimkannya ke Koran atau majalah, untuk mengusir rasa sepi. Sedangkan ia menangis karena habis bertengkar dengan pacarnya dan sang pacar memutuskan hubungan mereka.

Saya hanya manggut-manggut mendengarkan ceritanya,  kemudian  saya berusaha menghiburnya.

jangan terlalu bersedih, masih banya lelaki lain yang akan mencintai Rara dengan tulus.” Ucapku sambil memegang tangannya.

Rara membalas memegang tangan  lalu merebahkan kepalanya di dadaku. Saya merasa girang, “tidak apa-apa bekerja jauh di Jakarta, jika punya pacar gadis cantik seperti Rara, pasti akan betah.”

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul Sembilan malam, saya bergegas pamit karena harus membuat laporan dan presentasi untuk esok hari. Saat saya beranjak berdiri, Rara menahan.

“Bagaimana kalau dikerjakan disini saja, nanti saya bantu membuat laporannya.” Bujuk Rara.

Saya sendiri sebetulnya enggan meninggalkannya sehingga saya bergegas masuk ke kamar, mengambil laptop dan beberapa file laporan lalu membawanya ke tempat Rara.

Sesuai janjinya, Rara membantu membuat laporan. Rupanya dia sudah terbiasa, kerjaannya rapi dan yang membuat bertambah rasa sayang saya ketika melihatnya mengetik laporan. Jari-jarinya seolah menari di atas tuts keyboard.

Tepat jam 12 malam, pekerjaan selesai. Saya berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada Rara lalu kembali ke kamar saya sendiri.

Keesokan harinya, saya berjalan-jalan mencari sarapan. Saat melewati kamar Rara, kamar itu masih gelap.
“Mungkin dia kelelahan sehabis mengerjakan laporan semalam.” Batinku.

Saat sampai di Lobby saya bertemu dengan satpam yang memberi kunci kemarin.  Iseng-iseng saya berkata, 

“Bang, cewek yang tinggal di kamar 213, cakep ya.”

Satpam itu melonjak kaget, “cewek mana mas?” 

“Kamar 213, Bang.” Sahutku

“Kamar itu kosong Mas.”  Jawab Satpam itu.

“Kosong apanya, semalem saya ngobrol lama sama Rara, penghuni kamar 213.”

Mas, gue bilangin ya, kamar 213 itu sudah sepuluh tahun ini kosong, tidak ada penghuninya. Penghuni terakhir memang bernama Rara tapi dia bunuh diri karena pacarnya tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya. Sebelum minum racun, dia sering mengetik menggunakan mesin ketik kuno.” Jelas Satpam itu.

Saya kaget mendengarnya sampai-sampai mulut saya menganga.

Ha.. jadi Rara yang semalam itu hantu.” Batin saya lalu bergegas kembali ke kamar untuk mengambil barang bawaan saya. Saat melewati kamar 213, kembali terdengar suara mesin ketik. Saya lari sambil berteriak minta tolong.

Demikian kisah misteri yang saya alami saat bertemu dengan Penghuni Kamar Apartemen No 213.

Baca Juga :

Sumber : Bayu Indrayanto

Tidak ada komentar